pengertian Model konsep kurikulum, pengertian Model Pengembangan Kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Konsep Kurikulum
Model konsep
kurikulum sangat mewarnai pendekatan yang diambil dalam pengembangan kurikulum.
Sebagai kajian teoritis, model konsep kurikulum merupakan dasar untuk
pengembangan kurikulum. atau dengan kata lain, pendekatan pengembangan kurikulum didasarkan
atas konsep-konsep kurikulum yang ada.
Model
konep kurikulum sangat berkaitan dengan aliran pendidikan yang dianut. Aliran
pendidikan dapat dibedakan menjidi empat,yaitu:
1.
Pendidikan klasik, yang menggunakan model
konsep kurikulum subjek akademis,
2.
Pendidikan pribadi, yang menggunakan
model konsep kurikulum humanistik,
3.
Teknologi pendidikan, yang
menggunakan kurukulum teknologi, dan
4.
Pendidikan interaksionis, yang
menggunakan model konsep kurikulum rekonstruksi sosial.
Sampai saat ini banyak model kurikulum yang telah di kembangkan oleh para ahli. Pada makalah ini akan kami kaji empat macam model konsep kurikulum berdasarkan pada urutan kajian paling tradisional sampai pada kajian yang diangguap cukup modern.
1.
Kurikulum Subjek
Akademis
Kurikulum
subjek akademis merupakan salah satu model kurikulum yang paling tua yang
banyak digunakan di berbagai negara. Sesuai dengan namanya, kurikulum model ini
sangat mengutamakan isi (subject matter). Isi kurikulum merupakan
kumpuan dari bahan ajar atau rencana pembelajaran. Tingkat pencapaian atau
penguasan peserta didik terhadap materi merupakan ukuran utama dalam menilai
keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu, penguasaan materi
sebanyak-banyaknya merupakan salah satu hal yang diprioritaskan dalam kegiatan
belajar mengajar oleh guru yang menggunakan kurikulum jenis ini.
Ditinjau
dari isinya, Sukmadinata (2005:84) mengklasifikasikan kurikulum model ini
menjadi empat kelompok besar.
a) Correlated
currikulum.
Kurikulum ini menekankan pentingnya
hubungan antara organisasi materi atau konsep yang dipelajari dari satu
pelajaran dengan pelajaran yang lain, tanpa menghilangkan perbedaan esensia
dari setiap mata pelajaran. Dengan menghubungkan beberapa bahan tersebut,
cakupan ruang lingkup materi semakin luas. Kurikulum ini didesain berdasarkan
pada konsep pedagogis dan psikologis yang dipelopori oleh Hearbat dengan teori
asosiasi yang menekankan pada dua hal, yaitu konsentrasi dan korelasi
(Ahmad:1998,131). Sebagai ilustrasi sederhana, setiap orang pernah mendapatkan
konsep 2 x 50, yang jika dihitung menghasilkan 100. Hal ini bisa dihubungkan
dengan contoh dalam kehidupan sehari-hari.
b). Unified atau Concentrated Currikulum.
Sesuai dengan namanya, kurikulum
jenis ini sangat kental dengan disiplin ilmu. Setiap disiplin ilmu dibangun
dari berbagai tema pelajaran. Pola organisasi bahan dalam suatu pelajaran
disusun dalam tema-tema dalam pelajaran tertentu. Salah satu aplikasi kurkulum
saat ini terdapat pada pembelajaran yang sifatnya tematik. Dari satu tema yang
diajukan misalnya ”lingkungan“ selanjutnya dikaji dari berbagai disiplin ilmu
misalnya, sain, matematika, sosial dan bahasa.
c). Integrated Currikuum.
Pola organisasi kurikulum ini
memperhatikan warna disiplin ilmu. Bahan ajar diintegrasikan menjadi satu
keseluruhan yang disajikan dalam bentuk satuan unit. Dalam satu unit terdapat
hubungan antara pelajaran serta berbagai kegiatan siswa. Dengan keterpaduan
bahan pelajaran tersebut diharapkan siswa mempunyai pemahaman materi secara
utuh. Oleh karena itu, inti yang diajarkan kepada siswa harus memenuhi
kebutuhan hidup dilingkungan masyarakat. Ahmad (1998,39) mempunyai ciri-ciri kurikulum ini sebagai
berikut.
- Unit
haruslah merupakan satu kesatuan yang bulat dari seluruh bahan pelajaran.
- Unit
didasarkan pada kebutuhan anak, baik yang pribadi maupun sosial serta yang
bersifat jasmani maupun ohani.
- Unit memuat kegitan yang berhubungan dengan
kehidipan sehari-hari.
- Unit
merupakan motifasi sehingga anak dapat berkreasi.
- Pelaksanaan
unit sering memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan percobaan
atau perolehan pengalaman yan membutuhkan waktu yang lama.
d). Problem Solving Currikulum.
Hal
ini berisi tentang pemecahan masalah yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari
dengan menggunakan pengetahuan serta keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.
Pada
kurikulum model ini guru cenderung dimaknai sebagai seseorang yang harus “
digugu “ dan “ ditiru “. Menurut Idi (200:126), ada empat cara dalam menyajikan
pelajaran dari kurikulum dengan model subjek akademis.
- Materi
disampaikan secara hierarkhi naik, yaitu materi disampaikan dari yang
lebih mudah hingga ke materi yang lebih sulit. Sebagai contoh, dalam
pengajaran pada jenjang kelas yang rendah diperlukan alat bantu mengajar
yang masih kongkret. Hal ini dilakukan guna membentuk konsep riil ke
konsep yang lebih abstrak pada jenjang beriikutnya.
- Penyajian
dilakukan berdasarkan prasyarat. Untuk memahami suatu konsep tertentu
diperlukan pemahaman konsep lain yang telah diperolehatau dikuasai
sebelumnya.
- Pendekatan
yang dilakukan cenderung induktif, yaitu disampaikan dari hal-hal yang
bersifat umum menuju kepada bagian-bagian yang lebih spesifik.
- Urutan
penyajian bersifat kronologis. Penyajian materi selalu diawali dengan menggunakan
matari-materi tedahulu. Hal ini dilakukan agar sifat kronologis atau
urutan materi tidak terputus.
Tujuan dan sifat mata pelajaran merupakan dua hal yang
mempengaruhi model evaluasi kurikulum subjek akademis (Sukmadinata, 2005:85).
Ilmu yang termasuk kategori ilmu-ilmu alam mempunyai model evaluasi yang
berbeda dengan ilmu-ilmu sosial.
Kurikulum
ini bersumber pada pendidikan klasik. Konsep pendidikan ini bertolak dari
asumsi bahwa seluruh warisan budaya yaitu, pengetahuan, idi-ide, atau nilai-nilai
telah ditemukan oleh para pemikir terdahulu. Pendidikan berfungsi untuk
memelihara, mengawetkan dan meneruskan budaya tersebut kepada genersi
berikutnya, sehingga kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan. Oleh
karenanya kurikulum ini lebih bersifat intelektual.
2.
Kurikulum Humanistik.
Sesuai
dengan namanya kurikulum humanistik lebih mengedepankan sifat humanisme dalam
pembelajaran. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap kurikulun yang terlalu
mengedepankan intelektualitas. Kurikulum model humanistik dikembangkan oleh
para ahli pendidikan humanistik, diantaranya adalah Neal (1977).
Kurikulum
humanistik didasarkan pada aliran pendidikan humanisme atau pribadi. Aliran
pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa peserta didik adalah yang pertama dan
utama dalam pendidikan. Peserta didik adalah subjek yang menjadi pusat kegiatan
pendidikan, yang mempunyai potensi, kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang.
Prioritas
pendekatan ini adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan
minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa. Pendekatan ini berpusat pada siswa dan
mengutamakan perkembangan unsur efeksi. Pendidikan ini diarahkan kepada pembina
manusia yang utuh, bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi
sosial dan afeksi (emosi, sikap, perasaan, nilai, dan lain-lain). Hal ini
mendatangakan bahwa pendekatan ini berpegang pada prinsip peserta didik
merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan lebih menekankan bagaimana
mengajar siswa (mendorong siswa), dan bagaimana merasakan atau bersikap
terhadap sesuatu.
Penganut model kurikulum ini
beranggapan bahwa siswa merupakan subjek utama yang mempunyai potensi,
kemampuan dan kekuatan yang dikembangkan. Hal ini sejalan dengan teori Gestalt
yang mengatakan bahwa individu atau anak merupakan satu kesatuan yang
menyeluruh (Sukmadinata:2005,86).
Pendidikan
yang menggunakan kurikulun ini selalu mengedepankan peran siswa di sekolah. Dengan
situasi seperti ini, anak diharapkan mampu mengembangkan segala potensi yang
dimilikinya pendidikan dianggap sebagai proses yang dinamis serta maerupakan
upaya yang mampu mendorong siswa untuk bisa mengembangkan potensi dirinya.
Karena itu, seseorang yang telah mampu mengaktualisasilan diri adalah orang
yang telah mencapai keseimbangan perkembanagan diri dari aspek kognitif,
estetika, dan moral.
Kurikulum
humanistik merupakan kurikulun yang lebih mementingkan proses daripada hasil.
Sasaran utama kurikulum jenis ini adalah bagaimana memaksimalkan perkembangan
anak supaya menjadi manusia yang yang mandiri. Proses belajar yang baik adalah
aktivitas yang mampu memberikan pengalaman yang bisa membantu siswa untuk
menembangkan potensinya. Dalam evaluasi guru lebih cenderung memberikan
penilaian yang bersifat subjektif.
Sukmadinata
(2005:87) mengklasifikasikan pendidikan humanistik menjadi 3 macam yaitu:
- Pendidikan
konfluen.
- Pendidikan
kritikisme radikal.
- Mistikisme
modern.
Dari ketiga aliran tersebut akhirnya berkembang tiga macam
jenis kurikulum sesuai dengan konsep dasar yang dianut oleh aliran tersebut.
Ahli pendidikan konfluen berupaya menyatukan segi efektif dn
kognitif dalam kurikulum. Pendidikan harus mampu memperoses secara utuh kedua
aspek tersebut. Dasar dari kurikulum ini adalah teori Gestalt yang menekankan
keutuhan dan kesatuan secara keseluruhan. Ada lima hal yang mencirikan
kurikulum konfuensi, yaitu partisifasi, integrasi, relavasi, pribadi anak dan
tujuan.
Isi pendidikan dalam model konfluen ini diambil dari dunia
siswa sehingga sesuai dengan kebutuhan pribadi anak. Hal ini disebabkan
pendidikan merupakan satu kegiatan yang bersifat pengembangan pribadi atau
aktualisasi segala potensi setta pribadi secara utuh. Pengembangan pribadi yang
utuh merupakan tujuan utama dari pendidikan ini.
Aliran pendidikan kritikisme radikal memandang pendidikan
sebagai upaya untuk membantu anak dalam menemukan dan mengembangkan sendiri
segala potensi dirinya. Dengan hal ini upaya peningkatan pengembangan dirinya
bisa belajar secara optima. Proses pendidikan cenderung dilakukan secara
demokratis dan tidak ada pemaksaan. Pemberian rangsangan atau dorongan
ke arah perkembangan merupakan dua hal yang diutamakan.
Langkah-langkah
penyusunan urutan kegiatan dalam pengajaran yang besifat efektif menurut
Shiflett (1975 dalam sukmadinata, 1997) adalah sebagai berikut:
- Menyusun
kegiatan yang dapat memunculkan sikap, minat, atau perhatian tertentu.
- Memperkenalkan
bahan-bahan yang akan dibahas dalam setiap kegiatan. Di dalamnya tercakup
topik-topik, bahan, serta kegiatan belajar yang akan membantu peserta
dalam merumuskan apa yang akan mereka pelajari.
- Pelaksanaan
kegiatan, para peserta diberi pengalaman yang menyenangkan baik yang
berupa gerakan-gerakan maupun penghayatan.
- Penyempurnaan,
pembahasan hasil-hasil yang telah dicapai, penyempurnaan hasil serta upaya
tindak lanjut.
Evaluasi
dalam kurikulum ini mengutamakan proses dinandingkan dengan hasil. Karena itu,
dalam kurikulum humanistik tidak ada kreteria pencapaian karena sasarannya
adalah perkembangan peserta didik supaya menjadi manusia yang terbuka, lebih
berdiri sendiri. Penilaiannya bersifat objektif.
3.
Kurikulum Rekontruksi Sosial
Sesuai
dengan namanya, kurikulum ini memiliki hubungan dengan kegiatan kemasyarakatan
yang di dalamnya terdapat kegiatan interaksi. Kurikulum ini dikembangkan oleh
aliran interaksional. Pakar di bidang ini berpendapat bahwa pendidikan
merupakan upaya bersama dari berbagai pihak untuk menumbuhkan adanya interaksi
dan kerja sama.
Tujuan utama
kurikulum jenis ini adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat menghadapi
tantangan, termasuk di dalamnya ancaman dan hambatan. Tantangan dianggap
sebagai bidang garapan salah satu disiplin ilmu, namun perlu juga di dekati
dengan ilmu-ilmu lain.
Dalam praktiknya, perancang
kurikulum terkonstruksi sosial selalu berusaha menyelaraskan antara tujuan nasiaonal
dengan tujuan siswa. Kerjasama antarindividu maupun kelompok merupakan kegiatan
yang sangat dominan dalam pengajaran yang menggunakan kurikulum jenis ini.
Dengan demikian, kompetisi antarindividu maupun kelompok bukan hal yang
diprioritaskan.
Ahli kurikulum
yang berorientasi pada kemajuan di masa yang akan datang menyarankan pentingnya
kurikulum yang difokukan pada hal yang terkait dengan kehidupan sosial
kemasyarakatan.
Kurikulum
ini bersumber pada aliran pendidikan interaksional, yang bertolak dari
pemikiran manusia sebagai mahluk sosial. Pendidikan sebagai salah satu bentuk
kehidupan berintikan kerjasama dan interaksi. Dengan demikian, kurikulum ini
lebih memusatkan perhatian pada problem-problem yang dihadapi masyarakat.
Tujuan dan
isi kurikulum ini setiap tahun bisa berubah, tergantung dari perubahan
masyarakat. Dalam pemilihan metode guru berusaha membantu para siswa menemukan
minat dan kebutuhannya. Dalam kegiatan evaluasi siswa dilibatkan, terutama
dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan.
4.
Kurikulum Teknologis
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang
dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar
terhadap perkembangan model konsep kurikulum.
Sukmadinata
(2005:97) menyatakan bahwa ciri-ciri kurikulum teknologis dapat ditemukan pada
empat bagian yaitu pada tujuan, metode, organisasi bahan, dan evaluasi.
Ciri-ciri kurikulum teknologis
antara lain:
- Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang
dirumuskan dalam bentuk perilaku hasil belajar yang dapat diukur. Tujuan
yang masih bersifat umum dijabarkan menjadi tujuan-tujuan yang lebih kecil
(tujuan khusus), yang di dalamnya terkandung aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor.
- Metode
pengajaran bersifat individual. Setiap siswa menghadapi tugas sesuai
dengan kecepatan masing-masing.
- Bahan
ajar atau isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi
telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu
kompetensi. Bahan ajar yang besar disusun dari bahan ajar yang lebih kecil
dengan memperhatikan urutan-urutan penyajian materi dalam
pengorganisasiannya.
- Evaluasi
dilakukan kapan saja. Ketika siswa telah mempelajari suatu topik/subtopik,
ia dapat mengajukan diri untuk dievaluasi. Fungsi evaluasi ini antara lain
sebagai umpan balik: bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu
satuan pelajaran (formatif), bagi program semester (sumatif), serta bagi
guru dan pengembang kurikulum. Bentuk evaluasi umumnya obyektif tes.
Seperti halnya model yang lain, model kurikulum ini
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Program pengajaran yang menggunakan
alat-alat yang berbau teknologi, khususnya teknologi terbaru, secara umum lebih
menyenangkan dan terkesan up to date. Dari sisi pelaksanaannya, program
pengajaran ini sangat mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Dengan model
pengajaran seperti ini, standar penguasaan siswa jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan model-model lain.
Model
kurikulum teknologis dikembangkan berdasarkan pemikiran teknologi pendidikan.
Model ini sangat mengutamakan pembentukan dan penguasaan kompetensi, dan bukan
pengawetan dan pemeliharaan budaya dan ilmu seperti pada pendidikan klasik. Model kurikulum teknolgi berorientasi
pada masa sekarang dan yang akan datang, sedangkan pendidikan klasik
berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini juga menekankan pada isi kurikulum.
Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih kecil
sehingga akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati atau diukur.
B.
Model Pengembangan Kurikulum
Terdapat
banyak model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli.
Sukmadinata (2005:161) menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum dan
kemudian Idi (2007:50) menglasifikasikannya ke dalam dua grup besar model
pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan model Roger. Berikut uraiannya :
A. Model
Zais
Robert S.
Zais adalah ahli kurikulum yang banyak melontarkan ide-ide sekitar tahun 1987.
Model pengembangan yang dapat dikategorikan dalam model Zais, antara lain :
1. Model Administrasi (the
administrative)
Merupakan model pengembangan kurikulum paling lama yang
sering juga disebut sebagai model garis dan staf. Pemberian mana ini banyak
muncul dari pejabat yang berwenang (administrator pendidikan), yang terdiri
dari pengawas, kepala sekolah, dan staf pengajar inti dan bertugas merumuskan
konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi dalam
pengembangan kurikulum (Sukmadinata, 2005:162). Kurikulum ini memerlukan
kegiatan pantauan dan bimbingan di lapangan, oleh sebab itu tim membentuk
kelompok kerja yang menyusun tujuan khusus pendidikan, garis besar bahan
pengajaran, dan kegiatan belajar (Ahmad, 1988:54). Kemudian hasil kerja dikaji
ulang dengan melakukan uji coba untuk mengetahui keefektifan dan kelayakannya,
selain itu dilakukan evaluasi untuk menentukan validitas komponen-komponen yang
ada dalam kurikulum . Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik bagi semua
unsur terkait, khususnya instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah dan
sekolah.
2.
Model Grass Roots (the grass roots)
Merupakan lawan dari model sebelumnya, yang dikenal juga
sebagai model desentralisasi karena inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum
bukan berasal dari atas, melainkan dari bawah yaitu guru dan sekolah. Kepala
sekolah sebagai pimpinan tim administrasi, juga bisa membantu guru dalam
membantu guru dalam pengembangan kurikulum model ini. Pengembangan kurikulum
ini sangat tergantung pada kerja sama guru-guru, guru-kepala sekolah, dan antar
sekolah. Pengembangan model kurikulum ini memungkinkan terjadinya kompetisi
antarsekolah, kelompok sekolah, bahkan pada tingkat daerah.
3. Model Terbalik
Secara umum model kurikulum dikembangkan secara deduktif,
tetapi Taba mengembangkan kurikulum secara induktif, oleh karena itu dinamakan
model terbalik. Pengembangan model ini diawali dengan melakukan percobaan dan
penyusunan teori dan diikuti dengan tahapan implementasi untuk mempertemukan
teori dan praktek. Sukmadinata (2005:166) dan Ahmad (1998:57) merangkum lima
langkah dasar dalam pengembangan kurikulum model Taba.
1.
Mengadakan unit-unit eksperimen
bersama guru
Diawali
dengan mendiagnosis kebutuhan dan dilanjutkan dengan merumuskan tujuan, guna
mempertimbangkan keseimbangan antara kedalaman serta keluasan materi yang akan
disusun.
2. Menguji unit eksperimen
Tujuan
dari uji coba unit adalah untuk melihat kelayakan serta validitas unit-unit
dalam pengajaran, hasil ini digunakan untuk mengetahui layak atau tidak suatu
unit diimplementasikan.
3. Mengadakan revisi dan konsolidasi
Dilakukan
jika hasil pada langkah kedua menunjukkan perlunya perbaikan dan penyempurnaan
unit0unit yang telah disusun.
4. Mengembangkan keseluruhan kerangka
kurikulum
Bila
proses penyempurnaan telah dilakukan secara menyeluruh maka selanjutnya
mengkaji kerangka kurikulum yang dilakukan oleh para ahli kurikulum dan profesional
lainnya.
5. Melakukan implementasi dan
desiminasi
Merupakan
langkah terakhir yang berarti telah siap pakai untuk wilayah yang lebih luas
(desiminasi).
4. Model Pemecahan
Masalah
Dikenal dengan nama action research model. Kurikulum
model ini sudah melibatkan seluruh komponen pendidikan yang meliputi siswa,
orang tua, guru, serta sistem sekolah. Sukmadinata (2005:169) menyebutkan ada
dua langkah dalam penyusunan kurikulum jenis ini :
- Melakukan
kajian tentang data-data yang dikumpulkan sebagai bahan penyusunan
kurikulum, data yang dikumpulkan hendaknya valid dan riabel agar dapat
digunakan sebagai dasar yang kuat karena data yang lemah akan
mengakibatkan kesalahan dalam pengambilan keputusan.
- Melakukan
implementasi atas keputusan yang dihasilkan pada langkah pertama. Dari
proses ini akan diperoleh data-data (informasi) baru yang dimanfaatkan
untuk mengefaluasimasalah-masalah yang muncul di lapangan sebagai tindak
lanjut untuk memperbaiki kurikulum.
B.
Model Rogers
Seorang ahli psikologi memberi warna cukup kuat dalam
pengembangan model kurikulum. Ada empat model yang dikembangkan oleh Roger,
yang merupakan perbaikan dari model sebelumnya.
1. Model I
Merupakan model yang paling sederhana, dapat dilihat dari
kegiatan yang ditawarkan yaitu pembelajaran (pemberian informasi) dan ujian.
Model ini dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pendidikan merupakan
kegiatan penyampaian informasi yang diakhiri dengan kegiatan evaluasi.
|
||||
|
Dapat dilihat dari gambar di atas,
bahwa kegiatan pendidikan semata-mata terdiri dari kegiatan memberi informasi
(isi pelajaran) dan ujian. Asumsi yang dipakai yaitu pendidikan adalah evaluasi
dan evaluasi adalah pendidikan. Dalam model ini siswa sebagai objek yang pasif,
sedangkan guru sebagai subjek yang aktif yang mempunyai peran lebih dominan.
- Model II
Model pengembanagan kurikulum ini beranjak dari dua
pertanyaan sebelummnya dan dua pertanyaaan tambahan berikutnya.
a)
Metode
apa yang anda gunakan dalam mengajarkan mata pelajaran ?
b)
Bagaimana
anda mengorganiasikan bahan pelajaran ?
Dengan menambahkan komponen metode mengajar dan organisasi
bahan, maka terlihat bahwa model pengembangan kurikulum II semakin baik dan
lengkap. Metode yang efektif dan penataran bahan pelajaran sistematis (dari
mudah ke sukar, dari kongkret ke abstrak, dst) telah dilakukan. Seperti pada
gambar berikut.
|
||||||||
|
||||||||
|
||||||||
|
3.
Model III
|
|
|||||||||
|
|||||||||
|
|||||||||
|
- Model IV
Pada model IV disertakan komponen penting dalam dalam
keseluruhan pendidikan yaitu tujuan yang menjadi arah pendidikan dan pengajaran
yang mengikat semua komponen yang telah disebutkan sebelumnya termasuk
teknologi yang digunakan. Secara lengkap model yang dikembangkan Roger dalam
gambar berikut.
|
|||||
|
|||||
|
C. PENDEKATAN PENGEMBANGAN
KURIKULUM
Pada prinsipnya pengembangan krikulum berkisar pada
pengembangan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang diimbangi dengan
perkembangan pendidikan. Pendekatan pengembangan kurikulum sangat bergantung
dari orientasi yang digunakan. Untuk itu sebelum mempelajari berbagai pendekatan
pengembangan kurikulum, perlu kita lihat juga orientasi kurikulum. Hal ini
disebabkan karena disamping prinsip pengembangan, suatu kurikulum pendidikan
dikembangkan dengan berbagai orientasi.
a. Orientasi Kurikulum
Umumnya orientasi kurikulum dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu orientasi pada bahan pengajaran, orientasi pada tujuan, dan orientasi
pada kegiatan belajar mengajar.
1.
Orientasi
pada Bahan Pelajaran
Orientasi
pengembangan kurikulm ini sangat menitik beratkan pada bahan atau materi yang
diajarkan, sedangkan tujuan dapat ditentukan berdasarkan bahan pelajaran.Pertimbangan
yang digunakan dalam menentukan materi yang harus diajarkan kepada siswa
adalah :
1) Pentingnya bahan
2) Manfaat dan Relevani dengan
kebutuhan masyarakat
Kelebihan dari orientasi ini terletak pada kebebasan dan
keluwesan dalam memilih dan menentukan materi pelajaran karena tidak terikat
oleh tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan kelemahannya ialah:
1)
Bahan pelajaran kurang jelas arah dan tujuannya.
2)
Tidak jelas dasar pemilihan dalam menentukan metode
3)
Tidak jelas apa yang akan dinilai
2. Orientasi Pada Tujuan
Pengembangan
kurikulum yang berorientasi pada tujuan berdasarkan pada tujuan-tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan secara jelas dari tujuan nasional sampai
tujuan instruksional. Dari tujuan inilah kemudian ditetapkan bahan pelajaran.
Tantangan
penggunaan orientasi ini adalah kesulitan dalam merumuskan tujuan. Sementara
itu, kelebihan terletak pada:
1)
Tujuan yang dicapai sudah jelas dan tegas
2)
Mudah dalam penilaian
3)
Memudahkan pengembangan kurikulum untuk mengadakan perbaikan-perbaikan atau
perubahan penyesuaian yang diperlukan.
3. Orientasi Pada
Kegiatan Belajar Mengajar
Pengembangan kurikulum yang
berorientasi pada kegiatan belajar mengajar menitik beratkan pada bagaimana
siswa belajar, serta cara dan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan agar
siswa menguasai keterampilan untuk mendapatkan pengetahuan. Kelebihan orientasi
pengembangan kurikulum sangat mementingkan kebutuhan siswa. Sedangkan
kelemahannya sulit diukur ketercapaian hasil belajar yang diharapkan.
D. Pendekatan
Pengembangan Kurikulum
Yang
dimaksud dengan pendekatan ialah cara kerja dengan menerapkan strategi dan
metode yang tepat serta langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk
memperoleh kurikulum yang lebih baik. Idi (2007:198) mendeskripsikan beberapa
pendekatan yang telah dikembangkan para ahli.
1)
Pendekatan Bidang Studi
Sebagai guru
yang baik, Anda pasti memikirkan tentang bidang/mata pelajaran apa yang akan
Anda sajikan saat proses belajar. Anda pasti telah mempersiapkan dengan baik
pokok-pokok bahasan yang berhubungan dengan studi atau mata pelajaran yang akan
Anda ajarkan. Inilah yang dimaksud dengan pendekatan bidang studi atau
pendekatan mata pelajaran. Pendekatan ini biasanya membagi-bagi organisasi
kurikulum berdasarkan bidang studi yang akan diajarkan, seperti Matematika,
Sains, Sejarah, goegrafi, Bahasa Indonesia, IPA dan IPS (Nasution dalam Idi
2007:200).
Pendekatan kurikulum dalam
pendekatan ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1.
Mengidentifikasi pokok-pokok bahasan
yang akan diajarkan.
2.
Merinci berbagai pokok bahasan itu
menjadi bahan-bahan pelajaran yang akan diajarkan.
3.
Mengidentifikasi dan mengurutkan
pengalaman belajar serta keterampilan-keterampilan prasyarat (prerequsite)
yang harus dimiliki peserta didik.
2)
Pendekatan Berorientasi Pada Tujuan
Apapun
kegiatan, “tujuan” selalu mendekati posisi sentraldengan tujuan ini dapat
diketahui arah dari suatu kegiatan, tidak terkecuali kegiatan pembelajaran.srbagai
guru tentunya anda mempunyai tujuan dalam mendidik siswa .Tujuan inilah yang
akan memeberi petunjuk ke arah mana peserta didik terebut akan di bawah.
Soebadiyah dalam Idi (2007:200)
menyebutkan empat kelebihan dari kurikulum yang berorientasi pada tujuan.
1.
Memberikan kejelasan bagi penyusun
kurikulum tentang apa yang ingin dicapai
2.
Memberikan arah yang jelas dalam
menetapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan, dan alat yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan.
3.
Memberikan
arah dalam proses penilaian terhadap hasil yang dicapai.
4.
Memanfaatkan
hasil penilaian untuk membantu penyusunan kurikulum dalam melakukan perbaikan
yang diperlukan.
3)
Pendekatan dengan Pola Orientasi Bahan
Pendekatan
ini mencakup pola pendekatan Subject Matter Curriculum, Corelated
Curriculum,dan Integrated Curriculum.
1.
Pendekatan
pola mata pelajaran (Subject Matter Curriculum), yang menekankan pada
pemisahan mata pelajaran menjadi beberapa bagian dimana mata pelajaran ini
tidak berhubungan satu dengan yang lainnya.
2.
Pendekatan
dengan pola korelasi (Corelated Curriculum), yang mengelompokkan
beberapa mata pelajaran yang saling berhubungan. Idi (2006:201) menyatakan
bahwa pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek yaitu:
1) Pendekatan Struktur
2) Mata pelajaran IPS, misalnya terdiri
dari sejarah, ekonomi dan sosiologi.
3) Pendekatan fungsional
4) Masalah yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari
5) Pendekatan tempat atau daerah yang
menggunakan lokasi atau tempat tertentu sebagai pokok pembicaraan
3.
Pendekatan
pola integrasi (integrated curriculum), yang menerpadukan bagian-bagian
menjadi keseluruhan yang mempunyai arti tertentu.. keseluruhan itu tidak hanya
sekedar kumpulan dari bagian-bagian, tetapi keseluruhan yang mempunyai arti
tertentu.
4)
Pendekatan Rekonstruksionalisme
Pendekatan rekontruksionalisme disebut juga rekonstruksi
social karena menempatkan masalah-masalah penting yang dihadapi masyarakat,
seperti polusi, ledakan penduduk, dan bencana yang diakibatkan oleh penggunaan
teknologi tertentu dalam kurikulum.
Menurut Idi (2007:202) ada dua kelompok yang memiliki
pandangan yang berbeda terhadap kurikulum ini. Pertama, rekontruksionalisme
konservatif. Pendekatan ini menganjurkan agar pendidikan ditujukan pada peningkatan
mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian
masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
Kedua,
rekonstruksionalisme radikal. Pendekatan ini menekankan agar pendidikan formal
maipun nonformal mengabdika iri demi tercapainya tatanan sosial baru
berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang adil dan merata.
5)
Pendekatan Humanistik
Pendekatan ini menempatkan peserta didik pada posisi sentral
(student centered) dan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan
merupakan bagian integral dari proses belajar. Siswa diharapkan mampu
mengembangkan segala potensi yang dimiliki dengan selalu mengedepankan peran
siswa di sekolah. Pengembangan proses belajar ini diarahkan untuk mengembangkan
minat, kebutuhan, dan kemampuan anak (Soemantri dalam Idi, 2007:203).
6)
Pendekatan Akuntabilitas (accountability)
Sistem yang akuntabel memiliki standar dan tujuan yang
spesifik serta mengukur efektivitas suatu kegiatan dengan mengukur taraf
keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu. Gerakan ini mulai drasakan
manfaatnya bagi dunia pendidikan ketika sebuah universitas di Amerika Serikat
dituntut untuk membuktikan keberhasilannya dalam dalam mencapai standar yang
tinggi. Untuk memenuhi tuntutan itu, pengembang kurikulum mendesain tujuan
pelajaran yang dapat mengukur prestasi belajar siswa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Model konsep kurikulum dikembangkan oleh para ahli
dikaji empat macam model konsep kurikulum berdasrakan pada urutan kajian paling
tradisional sampai dengan kajian yang dianggap cukup modern yaitu kurikulum
subjek akademis, humanistik, rekontroksi sosial dan teknlogis.
Pemilihan model
pengemembangan kurikulum dilakukan dengn cara menyesuaikan sistem pendidikan
yang dianut dan model konsep yang digunakan seperti model administrasi, grass
roots, terbalik, pemecahan masalah, dan rogers.
` pendekatan
pengembangan kurikulum dibedakan menjadi
3 yaitu orintasi terhahadap bahan pengajaran, orientasi pada tujuan dan
orientasi pada belajar mengajar.
B.
Saran
Semoga makalah
ini bermanfaat untuk memperkaya dan memperluas wawasan keilmuan kita sebagai pembaca yang haus akan ilmu pendidikan. Marilah kita menjadikan
diri yang kaya akan pendidikan agar menjadi insan-insan yang terdidik,berbudi
pekerti yang baik serta dan bermoral yang berpegang teguh pada agama
masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Tasrif,
Akib.2012.Pembinaan dan Pengembangan
Kurikulum SD. Makassar:Universitas Muhammadiyah Makassar
Hernawan,
Susilana.2012.Pengembangan Kurikulum dan
Pembeajaran. Jakarta:Universitas terbuka
http://murniasihmu.wordpress.com/2011/12/31/model-konsep-kurikulum/
`
Tidak ada komentar:
Posting Komentar