Pengertian Nikah, Pengertian kawin, Pengertian nikah dan kawin, Pengertian
nikah menurut beberapa ahli, Nikah dan kawin, pengerian nikah menurut bahasa,
pengertian nikah menurut agama islam
Nikah merupakan satu-satunya cara yang disetujui oleh agama apapun
untuk melanjutkan keturunan. Bila dahulu para pemuka agama memandang nikah
sebagai akad untuk menghalalkan seorang laki-laki menggauli seorang perempuan,
maka saat ini para tokoh perempuan dan juga pemuka agama menyerukan makna nikah
tidak hanya melulu urusan seksual namun maknanya lebih mulia dari itu. Saat ini
makna nikah lebih pada janji ikatan antara laki-laki dan perempuan untuk hidup
mrngarungi bahtera rumah tangga berdua dengan berbagai macam konsekuensinya.
Berikut ini adalah pengertian
dan definisi nikah:
# ABDURRAHMAN AL JUZAIRI,
AL-FIQH 'ALA AL-MADZABIHIL ARBA'AH
Nikah adalah akad yang diatur
oleh agama untuk memberikan kepada laki - laki hak memiliki penggunaan farj
(alat kelamin) wanita dan seluruh tubuhnya untuk berhubungan badan
# FATWA AL AZHAR
Nikah adalah ikatan perjanjian
/al-aqd yang telah ditetapkan oleh Allah untuk menghalalkan istimta' atau
hubungan badan antara lak-laki dan wanita yang bukan mahramnya
# MADZHAB HANAFI
Nikah itu adalah akad yang
berguna untuk menguasai dan bersenang-senang dengan sengaja
# MADZHAB MALIKI
Nikah adalah akad yang semata-mata
membolehkan bersenang-senang (dengan wanita)...dan seterusnya
# MADZHAB SYAFI'I
Nikah adalah akad yang
mengandung hak watha' (hubungan seksual) dengan lafadz nijah atau tazwij atau
kata yang semakna dengan dua kata tersebut
# ULAMA AL AZHAR
Nikah adalah akad yang memberi
manfaat secara hukum dalam hal kebolehan mengadakan hubungan keluarga
(suami-istri) antara pria dan wanita dan saling tolong-menolong serta
membatasai hak bagi pemiliknya dan memenuhi kewajiban masing-masing pihak
# TATY ELMIR
Nikah adalah ikatan mulia yang
membedakan manusia dengan binatang
# ASMA NADIA
Nikah adalah suatu perjanjian
yang dapat mengguncang 'Arsy Allah karena hal-hal yang tadinya haram, ketika
laki-laki dan perempuan menikah malah menjadi halal dan bahkan berpahala
# CHAERUL HATAMI
Nikah adalah suatu proses
menuju percintaan yang sah secara agama sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan
# M. FAUZIL ADHIM & M.
NAZHIF MASYKUR
Nikah merupakan bagian dari
syari"at agama dan karena itu kita perlu berpijak pada tuntunan Nabi SAW
Pengertian Menikah dan Hukumnya
Pengertian Nikah
Nikah
secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan : nakahat
al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam
satu tempat.[1] Berkata
Imam Nawawi : “Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk
menyebut “akad nikah” , kadang digunakan untuk menyebut hubungan seksual.”
Al-Fara’
seorang ahli bahasa Arab mengatakan bahwa orang Arab menyebutkan kata “Nukah
al Mar-atu” artinya adalah organ kewanitaan. Jika mereka mengatakan “nakaha
al-mar-ata” artinya telah menggauli di organ kewanitaannya..[2]
Adapun
“Nikah” secara istilah adalah : “Akad yang dilakukan antara laki-laki dan
perempuan yang dengannya dihalalkan baginya untuk melakukan hubungan seksual” . [3]
Kata Nikah Dalam Al Qur’an
Dalam
al-Qur’an dan as-Sunah kata “Nikah” kadang digunakan untuk menyebut akad nikah,
tetapi kadang juga dipakai untuk menyebut suatu hubungan seksual.
Contoh
menikah yang artinya akad nikah adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala
:
÷
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ
مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا
فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
“Maka lakukanlah akad nikah dengan
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya” [4]
Contoh
lain adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala :
وَلَا
تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّهُ
كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu lakukan akad nikah dengan
wanita-wanita yang telah melakukan akad nikah dengan ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji
dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” [5]
Adapun
contoh menikah yang artinya melakukan hubungan seksual adalah firman Allah
subhanahu wa ta’ala :
فَإِنْ
طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ
يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ
يَعْلَمُونَ
“ Kemudian
jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak
halal lagi baginya hingga dia melakukan hubungan seksual dengan
suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak
ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika
keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” [6]
Arti
nikah pada ayat di atas adalah al-wath-u atau al-jima’u (melakukan
hubungan seksual), bukan akad nikah.[7] Karena
seseorang tidak disebut suami, kecuali kalau sudah melakukan akad nikah.
Seorang
istri yang telah diceraikan suaminya yang pertama sebanyak tiga kali, dan sudah
menikah dengan suami yang kedua, maka dia harus melakukan “ nikah “ dengan
suaminya yang kedua tersebut, kemudian diceraikannya, sebelum kembali kepada
suaminya yang pertama. Melakukan “ nikah “ dengan suami yang kedua, maksudnya
adalah melakukan “ hubungan seksual “.[8]
Nikah
dalam arti melakukan hubungan seksual pada ayat di atas dikuatkan oleh hadist
Aisyah radhiyallahu ‘anha :
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ رَجُلٍ
طَلَّقَ امْرَأَتَهُ - يَعْنِى ثَلاَثًا - فَتَزَوَّجَتْ زَوْجًا غَيْرَهُ
فَدَخَلَ بِهَا ثُمَّ طَلَّقَهَا قَبْلَ أَنْ يُوَاقِعَهَا أَتَحِلُّ لِزَوْجِهَا
الأَوَّلِ قَالَتْ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- لاَ تَحِلُّ لِلأَوَّلِ
حَتَّى تَذُوقَ عُسَيْلَةَ الآخَرِ وَيَذُوقَ عُسَيْلَتَهَا
“ Dari Aisyah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam ditanya mengenai seorang laki-laki yang mencerai isterinya tiga kali,
kemudian wanita tersebut menikah dengan laki-laki yang lain dan bertemu muka
dengannya kemudian ia mencerainya sebelum mencampuri, maka apakah ia halal bagi
suaminya yang pertama? Aisyah berkata; tidak. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
berkata: "Ia tidak halal bagi suaminya yang pertama hingga ia merasakan
manisnya (hubungan seksua) dengan suaminya yang lain, dan ia (sang suami) juga
merasakan manisnya (hubungan seksual) dengannya." [9]
Contoh
dari hadits yang menunjukan bahwa arti nikah adalah melakukan hubungan seksual
adalah sabda Rasulullah shalallahu a’alaihi wa sallam :
اِصْنَعُوْا
كُلَّ شَيْءٍ إلَّا النِّكَاح
“ Lakukanlah segala sesuatu (dengan istrimu yang sedang haid)
kecuali nikah, yaitu jima’”[10]
Dalam
riwayat lain disebutkan :
اصْنَعُوْا
كُلّ شَيْءٍ إلّا الجِمَاع
“ Lakukanlah segala sesuatu (d engan istrimu yang sedang haid)
kecuali jima’”[11]
Setelah
kita mengetahui bahwa nikah mempunyai dua arti, yaitu akad nikah dan melakukan
hubungan seksual, maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana kita membedakan
antara dua arti tersebut di dalam suatu pembicaraan ? Para ulama membedakan
antara keduanya dengan keterangan sebagai berikut : Jika dikatakan bahwa
seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan lain, yaitu fulanah binti
fulan, maka artinya bahwa laki-laki tersebut melakukan akad nikah
dengannya. Jika dikatakan bahwa seorang laki-laki menikah dengan istrinya,
maka artinya bahwa laki-laki tersebut melakukan hubungan seksual dengannya.[12]
Dari
kedua makna nikah di atas, mana yang hakikat dan mana yang majaz ? Para ulama
berbeda pendapat :
Pendapat Pertama : bahwa nikah pada hakikatnya digunakan untuk menyebut
akad nikah, dan kadang dipakai secara majaz untuk menyebutkan hubungan seksual.
Ini adalah pendapat shahih dari madzhab Syafi’iyah, dishahihkan oleh Abu
Thoyib, Mutawali dan Qadhi Husain.[13] Ini
juga merupakan pendapat yang dipilih oleh Syekh al-Utsaimin. [14]
Pendapat kedua : bahwa nikah pada hakikatnya dipakai untuk menyebut
hubungan seksual. Tetapi kadang dipakai secara majaz untuk menyebut akad
nikah. Ini adalah pendapat al-Azhari, al-Jauhari dan az-Zamakhsari, ketiga
orang tersebut adalah pakar dalam bahasa Arab .[15]
Pengertian
Kawin
Dalam biologi, kawin (untuk menyebutnya kejadiannya disebut perkawinan) adalah proses
pemaduan dan penggabungan sifat-sifat genetik untuk mewariskan ciri-ciri suatu spesies agar tetap lestari (disebut reproduksi). Proses ini seringkali menghasilkan dimorfisme di dalam suatu spesies sehingga
dikenal adanya jenis kelamin jantan dan betina.
Karena dalam perkembangan terbentuk pula sel-sel yang terspesialisasi
berdasarkan tipe seksual, dikenallah sel kelamin(gametosit, gametocyte), yang untuk jantan
biasanya disebut sel sperma (spermatozoid) dan untuk betina disebut sebagai sel telur (ovum).
Reproduksi yang memerlukan tahap perkawinan dikatakan
sebagai reproduksi seksual,
sedangkan yang tidak memerlukan proses ini disebut sebagai reproduksi
aseksual, reproduksi somatik, atau reproduksi vegetatif.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan
masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang
menurut perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu
dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan
untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan
memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah / kawin
adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.
Dasar dan Tujuan Pernikahan Menurut Agama Islam :
A. Dasar Hukum Agama Pernikahan / Perkawinan (Q.S. 24-An Nuur :
32)
"Dan kawinlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan
mereka yang berpekerti baik. Termasuk hamba-hamba sahayamu yang
perempuan."
B. Tujuan Pernikahan / Perkawinan (Q.S. 30-An Ruum : 21)
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan
untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar