Selasa, 23 April 2013

Filsafat Pendidikan Aspek Ontologi Pendidikan



Filsafat Pendidikan,  aspek ontologi filsafat pendidikan, aspek ontologi
A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Wikipedia Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Dari pernyataan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
  1. B.     PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
  • Al-Syaibany (1979: 36)
Filsafat pendidikan yaitu aktifitas pemikiran yang teratur yang filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.
  • John Dewey
Filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir maupun daya perasaan, menuju kearah tabiat manusia maka filsafat bisa juga diliartikan sebagai teori umum pendidikan.
Filsafat pendidikan memilikki perhatian yang terfokus pada analisa dan penjelasan terhadap problema-problema pendidikan. Hanya saja sebagai satu bentuk dari filsafat umum mengenai kehidupan, maka ia memilikki juga upaya profesi mengejar dalam pengembangan posisi filsafat berhubungan dengan pendidikan dan sekolah. Hampir setiap hari para guru (pengajar) berhadapan dengan persoalan-persoalan filsafat pendidikan, yang kadang kala berhadapan langsung dengan guru dalam proses belajar mengajar dan juga masalah yang sangat pokok yang tidak bersentuhan langsung dengan pendidikan (Ellis, 1986: 111).
Filsafat pendidikan memilikki beberapa sumber yakni:
  1. Manusia (People) masyarakat kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses pendewasaan atau kematangannya yang mana mempunyai dampak yang signifikan terhadap sesuatu yang akan di yakini, terhadap sesuatu yang terjadi.
  2. Sekolah (school) pengalaman-pengalaman seseorang kekuatan-kekuatan, jenis sekolah dan guru-guru didalamnya merupakan-merupakan dari filsafat pendidikan. Sekolah mempengaruhi dan terus akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.
  3. Seseorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan. Jika sesorang dibesarkan pada masyarakat yang menempatkan suatu nilai pendidikan yang tinggi hal ini akan mempengaruhi filsafat pendidikan seseorang.

Menurut sumber-sumber yang disebutkan di muka, merupakan sumber-sumber primer dari filsafat hidup dan filsafat pendidikan seseorang. Sumber-sumber ini dan sumber lainnya akan terus mempunyai dampak karena sesorang tumbuh dan berkembang.
Peranan filsafat pendidikan
Filsafat pendidikan sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksaan dan pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian hubungan filsafat dan menjadi sedemikian pentingnya. Karena masalah pendidikan merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini, filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas , yang menyangkut aspek hidup dan kehidupan manusia.
  1. PENGERTIAN ONTOLOGI
  2. Aspek Ontologi
Ontologi berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu tentang yang ada. Sedangkan,  menurut istilah adalah ilmu yang membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani. Dalam aspek Ontologi diperlukan landasan-landasan dari sebuah pernyataan-pernyataan dalam sebuah  ilmu. Landasan-landasan itu biasanya kita sebut dengan Metafisika.
Selain Metafisika juga terdapat sebuah asumsi dalam aspek ontologi ini. Asumsi ini berguna ketika kita akan mengatasi suatu permasalahan. Dalam asumsi juga terdapat beberapa paham yang berfungi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tertentu, yaitu: Determinisme (suatu paham pengetahuan yang sama dengan empiris), Probablistik (paham ini tidak sama dengan Determinisme, karena paham ini ditentukan oleh sebuah kejadian terlebih dahulu), Fatalisme (sebuah paham yang berfungsi sebagai paham penengah antara determinisme dan pilihan bebas), dan paham pilihan bebas. Setiap ilmuan memiliki asumsi sendiri-sendiri untuk menanggapi sebuah ilmu dan mereka mempunyai batasan-batasan sendiri untuk menyikapinya. Apabila kita memakai suatu paham yang salah dan berasumsi yang salah, maka kita akan memperoleh kesimpulan yang berantakan.

Ontologi  sering diidentikkan dengan metafisika yang juga di sebut dengan Proto-filsafia atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah Hakekat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat, realita, prima atau Tuhan dengan segala sifatnya, malaikat, relasi atau segla sesuatu yang ada di bumi dengan tenaga-tenaga yang di langit, wahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala dan surga.
Baik filsafat kuno maupun filsafat modern tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di bidang filsafat. Sebagimana ontologi adalah teori dari cabang filsafat yang membahas tentang realitas. Realita ialah mengenai kenyataan, yang selanjutnya menjurus kepada sesuatu kebenaran. Tetapi realitas pada ontologi ini melahirkan pertanyaan-pertanyaan. Apakaah sesungguhnya hakekat realitas yang ada ini? Apakah realitas yanng nampak ini? Sesuatu realita materi saja? Atau adakah sesuatu di balik realita itu? Serta apakah realita ini terdiri dari satu untuk unsur (monisme), kedua unsur (dualisme) atau serba banyak (pluralisme). Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan metafisika atau ontologi. Sesuatu perwujudan menampakkan diri sebagai satu tubuh, satu eksistensi dan mewujudkan keseluruhan suatu sifatnya dan yang utama dari perwujudan itu adalah eksistensinya. Eksistensi suatu realita itu adalah fundamental atau esensial.
Bramel meenjelaskan bahwa interpretasi tentang suatu realita itu dapat  bervariasi, misalnya apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat tentang bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahannya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi. Inilah yang ddimaksud dari setiap orang bahwa meja itu suatu realita yang konkrit.
Jadi realitas yang dibahas pada ontologi ini dipergunakan untuk membedakan apa yang hanya nampaknya saja atau nyata, sebagai contoh, sebuah tongkat yang lurus, menurut perasaan kita masih lurus bila diceburkan ke air menurut penglihatan tongkat itu bengkok dan setelah diangkat tongkatnya itu kembali lurus.
Untuk mengetahui realita semesta ini di dalam ruang lingkup ontologi secara jelas, di sini dibedakan antara metafisika dan kosmologi:
1.    Ontologi, secara etimologi yang berarti di balik atau di belakang fisika makna yang diselidiki adalah hahehat realita menjangkau sesuatu di balik realita karena metafisika ingin mengerti sedalam-dalamnya.
2.    Kosmologi tentang realita. Kosmos yakni tentang keseluruhan sistem semesta raya dan kosmologi terbatas pada realita yang lebih nyata dalam arti alam fisika yang material dalam memperkaya kepribadian manusia di dunia tidaklah di alam raya dan isinya. Dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari akan tetapi suatu yang luas, realita visi spiritual yang tetap dinamis.

D.  PANDANGAN ONTOLOGI MENURUT BEBERAPA ALIRAN
1. PANDANGAN ONTOLOGI PROGRESSIVISME
Asal hereby atau asal keduniawian, adanya kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas, sebab kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atau segala sesuatu,pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan, kegembiraan, keindahan dan lain-lain adalah realita manusia hidup sampai mati. Pengalaman adalah suatu sumber evolusi maju setapak demi setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos kepada yang sulit-sulit (Proses perkembangan yang lama).
Pengalaman adalah perjuangan sebab hidup adalah tindakan dan perubahan – perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang jika ia mampu mengatasi perjuangan , perubahan dan berani bertindak.
Aplikasi pandangan ini terhadap pendidikan adalah pada saat proses pembelajaran agar anak dapat memahami apa yang dipelajari, mereka harus mengalami secara langsung. Untuk mendapatkan pengalaman secara langsung anak dapat diajak untuk melakukan berbagai kegiatan misalnya, eksperimen, pengamatan, diskusi kelompok, observasi, wawancara, bermain peran dan lain-lain.
2. PANDANGAN ONTOLOGI ESSENSIALISME
Essensialisme adalah pendiddikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Essensialisme memandang bahwa pendidikan berpijak pada nilai-nilai yang memilikki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kesetabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. (Zuhairini, 1991: 21).
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esenisalisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idealisme, realisme dan sebagainya.
Adapun uraian mengenai realisme dan idealisme ialah:
  1. Realisme yang mendukung esensialisme yang disebut realisme obyektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tcmpat manusia di dalamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jalan khusus. Dengan demikian berarti bahwa suatu kejadian yang paling sederhana pun dapat ditafsirkan menurut hukum alam di antaranya daya tarik bumi. Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang sangat besar.
  2. ldealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan realisme obyektif. Maksudnya adalah bahwa pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata.
Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
Aplikasinya dalam setiap kegiatan belajar mengajar guru diselipkan Nilai-nilai keagamaan antara lain saat sebelum dan sesudah pelajaran berlangsung dilakukan berdo’a bersama menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Contoh lainnya adalah pada pelajaran PKn pada bahasan saling menghormati diberikan juga pengetahuan untuk menghormati keberadaan pemeluk agama lain.
3. PANDANGAN ONTOLOGI PERENNIALISME
Perennialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perennialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudayaan dan pendidikan jaman sekarang. (Noor syam, 1986: 296).
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan bahwa perenialisme memandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman modern) ini terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan kemasa lampau.
Ontologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individual, esensi, aksiden dan substansi . perennialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudan menurut  istilah ini.
Segala yang ada di alam ini terdiri dari materi dan bentuk atau badan dan jiwa yang disebut dengan substansi, bila dihubungkan dengan manusia maka manusia itu adalah potensialitas yang didalam hidupnya tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan tidak jarang pula dimilikkinya akal, perasaan dan kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak menuju tujuan (teologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri pada supernatural (tuhan) yang merupakan pencipta manusia itu sendiri dan merupakan tujuan akhir.
Contoh nyata penerapan pandangan ini terhadap pendidikan awalnya
4. PANDANGAAN ONTOLOGI REKONSTRUKSIONISME
Dengan ontologi, dapat diterangkan bagaimana hakikat dari segala sesuatu. Aliran rekonstruksionalisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, yang mana realita itu ada dimana dan sama di setiap tempat (Noor Syam, 1983: 306).
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan  dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Tiap realita sebagai substansi selalu cenderung bergerak dan berkembang dari potensialitas menuju aktualitas (teknologi). Dengan demikian gerakan tersebut mencakup tujuan dan terarah guna mencapai tujuan masing-masing dengan caranya sendiri dan diakui bahwa tiap realita memiliki perspektif tersendiri.
Kaitan aliran ini dengan pendidikan adalah pendidikan itu tidak diselenggrakan secara terpusat melainkan secara universal. Mengingat situasi dan kondisi disetiap tempat berbeda-beda. Diberlakukannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) juga merupakan pelaksanaan dari pandangan ontology menurut rekronstruksionisme. Di sini setiap sekolah berhak menentukan indicator sesuai dengan situasi, lingkungan, serta kebutuhan peserta didik.
Di dalam Pendidikan, pandangan ontologi secara praktis akan menjadi masalah yang utama. Sebab anak bergaul  dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Anak-anak, baik di masyarakat maupun di sekolah selalu dihadapi realita, objek pengalaman, benda mati, benda hidup dan sebagainya. Membimbing anak pada pengertian untuk memahami realita dunia yang nyata ini dan membina kesadaran tentang kebenaran yang berpangkal atas realita itu, adalah tahap pertama, sebagai stimulus untuk menyelami kebenaran itu. Secara sistematis anak-anak telah dibina potensi berpikir kritis untuk mengerti kebenaran itu. Kewajiban pendidik melalui latar belakang ontologis ialah membina daya pikir yang tinggi dan kritis. Implikasi pandangn ontologi di dalam pendiddikan ialah bahwa pengalaman manusia yang harus memperkaya kepribadian bukanlah hanya alam raya dan isinya dalam arti sebagai pengalaman sehari-hari, melainkan sesuatu yang tak terbatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar